Minggu, 15 April 2012

Dinas dan Sekolah Diminta Lebih Teliti Memilih Buku

04/15/2012
Tangerang Selatan -- Pelajaran muatan lokal dirancang untuk menggali kearifan lokal suatu daerah. Salah satu tujuannya adalah untuk menumbuhkan kecintaan pada budaya daerah. Namun sayangnya, beredarnya beberapa istilah yang tidak sesuai untuk usia anak-anak di dalam lembar kerja siswa (LKS) muatan lokal, telah memancing keresahan masyarakat.

Penggunaan istilah “istri simpanan” dan “golok” dalam LKS terdengar tidak lazim untuk anak-anak. Untuk itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Mohammad Nuh, mengajak masyarakat untuk berpikir secara utuh tentang konsep kebahasaan yang terkandung dalam LKS tersebut. Diibaratkan sebuah cerita rakyat sundel bolong, gambaran sundel bolong adalah seorang wanita cantik yang kakinya tidak menapak di tanah, dan jika dilihat ke belakang badannya bolong dan berbau busuk. Filosofi sundel bolong mengisyaratkan tentang kebohongan yang tampak di depan sangat baik, ramah, namun tersimpan kebusukan di belakangnya. Begitu pula dengan bambu runcing, kalau dilihat dari kebahasaannya, bambu runcing menggambarkan kekerasan. Namun jika dilihat secara utuh bambu runcing sebagai senjata melawan penjajah yang menggunakan meriam, maka bisa ditarik nilai heroik bambu runcing tersebut.

Meski demikian, Menteri Nuh mengakui, bahasa yang digunakan dalam buku ajar dan buku pengkayaan harus disesuaikan dengan tingkat kemampuan penyerapan dari usia anak. Untuk itu, Mendikbud mengajak dinas di kabupaten/kota untuk menyaring setiap LKS yang akan digunakan oleh siswa. Bersamaan dengan itu, Mendikbud menyampaikan, pihaknya sedang mengumpulkan bahan-bahan yang telah beredar untuk dilihat kembali. “Kalau dilihat dari runtutannya, pengadaan LKS berada di luar kementerian, tapi bukan berarti kementerian lepas tangan,” tuturnya.

Lebih lanjut Menteri Nuh menekankan, tanggung jawab utama dari beredarnya LKS tersebut terletak di sekolah. Meskipun penerbit mempromosikan buku-buku tersebut, kata Menteri Nuh, tapi kalau sekolah dan dinas lebih teliti dalam memilih, pasti buku tersebut tidak akan beredar di sekolah. Oleh karena itu, mulai dari dinas, kepala sekolah, guru, komite, dan yayasan (jika swasta), harus ikut menyaring buku-buku yang akan diedarkan di sekolah. “Jangan sampai anak-anak kita diracuni oleh pemikiran-pemikiran yang tidak baik dari buku tersebut,” kata Menteri Nuh.

Terakhir Mendikbud menyampaikan terima kasih kepada media yang telah membantu menyampaikan kondisi di lapangan kepada pemerintah. Sebagai bagian dari upaya memperbaiki, Menteri Nuh mengatakan, semua LKS yang beredar akan dilihat kembali. “Yang penting, kepala sekolah harus bertanggung jawab pertama kali,” tandasnya. (AR)

0 komentar:

Posting Komentar